Jumat, 21 Desember 2012

Tabot Sudah Menjadi Upacara Tradisional Bengkulu

Ketika memasuki kota Bengkulu terdapat 2 bangunan layaknya gerbang masuk kota yang merefleksikan tradisi Tabot yaitu tradisi yang dikaitkan dengan sejarah Islam yang dilaksanakan tiap tahun baru hijriah selama 10 hari. Tradisi ini sudah ada sejak abad ke- 14 dan masyarakat Bengkulu percaya jika perayaan Tabot ini tidak dilaksanakan akan terjadi bencana. Setiap tahun perayaan Tabot terus berkembang yang diisi dengan acara-acara kolosal seperti fertival tari Tabot, telong-telong, ikan-ikan, dan lomba dol. 

Tidak ada yang tahu dengan pasti kapan upacara Tabot masuk ke Bengkulu, namun diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham Syi'ah ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India yang kebetulan merupakan penganut Islam Syi‘ah.
Para pekerja yang merasa cocok dengan tata hidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut Berkas, sekarang dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai.
Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan upacara Tabot. Upacara Tabot ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik. Keduanya sama, namun cara pelaksanaannya agak berbeda.
Jika pada awalnya upacara Tabot (Tabuik) digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi‘ah, upacara ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk yakni memenuhi wasiat leluhur mereka. Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi orang-orang Sipai dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu setempat.
Upacara tradisional yang dinamakan dengan Tabot itu berasal dari kata Arab yaitu Tabut, yang secara harfiah berarti Kotak Kayu atau Peti. Konon menurut kepercayaan kaum Bani Israil pada waktu itu bahwa bila Tabut ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka, akan mendatangkan kebaikan bagi mereka. Namun sebaliknya bila Tabut tersebut hilang maka akan dapat mendatangkan malapeta bagi mereka.
Di Bengkulu sendiri, upacara Tabot ini merupakan upacara hari berkabung atas gugurnya Syaid Agung Husien bin Ali bin Abi Thalib, salah seorang cucu Nabi Muhammad SAW. Inti dari upacara tersebut adalah mengenang usaha dan upaya para pemimpin Syi'ah dan kaumnya yang berupaya mengumpulkan bagian-bagian dari jenazah Husien. Setelah semua bagian tubuhnya terkumpul kemudian diarak dan dimakamkan di Padang Karbala. Seluruh upacara berlangsung selama 10 hari, yaitu dari tanggal 01 sampai dengan 10 Muharram. Adapun tahapan dari upacara Tabot tersebut adalah sebagai berikut : Mengambil Tanah, Duduk Penja, Menjara, Meradai, Arak Penja, Arak Serban, Gam (masa tenang/berkabung) dan Arak Gedang serta Tabot terbuang.
Pada saat Tabot terbuang, masyarakat Bengkulu berbondong-bondong untuk mengikutinya. Mereka rela berjalan kaki dari Tapak Padri hingga ke Makam Imam Senggolo yang terletak di Jalan Kinibalu untuk melihat Tabot terbuang.
Tabot yang terus berkembang dari tahun ke tahun itu lama-kelamaan sudah semakin meninggalkan arti upacara tabot itu sendiri. Tabot yang sekarang lebih ke acara festival dan Tabot sendiri dijadikan suatu objek pariwisata di Bengkulu.
Upacara tabot di Bengkulu sudah berlansung sejak lama, yaitu sejak dari awal abad ke 18. Karena upacara ini sudah cukup lama tumbuh dan berkembang di sebagian masyarakat Kota Bengkulu, maka akhirnya dipandang sebagai upacara tradisional orang Bengkulu. Baik dari kalangan kaum Sipai maupun oleh seluruh masyarakat Melayu Bengkulu. Dengan demikian jadilah Upacara Tabot sebagai Upacara Tradisional dari suku Melayu Bengkulu.

1 komentar:

  1. mana ada Imam menjadi tukang, jangan ngawur ,,,,,
    mana mungkin tukang/ pekerja bisa membuat drama sehebat itu, begitu indah , penuh makna hingga bertahan ratusan tahun, mana ada "Profesor" keturunan "pekerja" , jadi jaqngan asal nulislah ,,,,,,,,,,,,,,,,,
    MANA ADA BERKAS BERUBAH MENJADI TENGAH PADANG ????
    BERKAS YA BERKAS ,,,,,, DAN TENGAH PADANG YA TENGAH PADANG , DUA TEMPAT YANG BERBEDA ......
    jangan ngawurlah kalau nulis / bercerita tentang tabut : sudah ratusan tahun sejak nenek monyang kami dulu, TIDAK PERNAH membuat BONEKA TANAH, jadi kalau mau nulis SURVEY DULULAH, LIAT DULULAH PROSESI AMBIL TANAH ITU SEPERTI APA SEBENARNYA AGAR TIDAK LAGI BERCERITA NGAWUR SEPERTI INI....... KEMUDIAN lihat peta dululah BENGALI ITU LETAKNYA DIMANA, JANGAN ASBUN : mana ada BENGALI DI SELATAN INDIA, DAN TIDAK ADA BUKTI SISA PENINGGALAN DARI MADRAS..... YANG DARI BENGALI & MADARAS ITU TENTARA SEPOY BUKAN PEMBAWA TABUT,, BAHASA MADRAS ITU "TAMIL NADU" MANA ADA SISA BAHASA TAMIL NADU DALAM PERAYAAN TABUT

    BalasHapus